Mengetahui Sistem Persewaan Tanah Pada Zaman Dulu dan Sekarang

Dipublikasikan oleh Administrator pada

Mengetahui Sistem Persewaan Tanah Pada Zaman Dulu dan Sekarang. Sistem persewaan tanah telah mengalami banyak perubahan dari masa ke masa, seiring dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan hukum masyarakat. Dahulu, praktik penyewaan tanah sering berlandaskan kesepakatan sederhana dan nilai gotong royong, sedangkan kini lebih diatur secara formal dengan berbagai regulasi yang kompleks. Memahami perbedaan ini membantu kita melihat bagaimana dinamika kehidupan agraria berkembang dan beradaptasi dengan tuntutan zaman.

farmprogress.com 

Sistem Sewa Tanah pada Masa Penjajahan

Pada masa penjajahan, sistem sewa tanah merupakan bentuk kesepakatan antara pemilik dan penyewa mengenai pemanfaatan lahan dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan sejumlah pembayaran.

Di Indonesia, praktik sewa tanah ini telah dikenal sejak masa pendudukan Inggris pada tahun 1811–1816. Tokoh utama di balik penerapannya adalah Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Letnan Gubernur di Hindia Belanda. Sistem ini kemudian dikenal dengan istilah land rent atau sewa tanah.

Tujuan utama diberlakukannya sistem land rent adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menghapus kerja paksa (rodi) yang sebelumnya banyak diterapkan. Melalui kebijakan ini, Raffles menetapkan bahwa tanah dianggap milik pemerintah sebagai pihak yang berwenang penuh atas sumber daya agraria. Masyarakat yang ingin memanfaatkan lahan harus menyewanya kepada pemerintah dan membayar pajak secara berkala.

Pelaksanaan Sistem Sewa Tanah Saat Ini

Setelah Indonesia merdeka, sistem sewa tanah tidak langsung dihapuskan, tetapi mengalami penyesuaian. Kini, setiap individu berhak memiliki tanah pribadi dan menyewakannya kepada pihak lain, sehingga kepemilikan tanah tidak lagi dimonopoli oleh negara

Ketentuan mengenai sewa-menyewa tanah diatur secara resmi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam Pasal 44 ayat (1) disebutkan bahwa seseorang atau badan hukum dapat menyewa tanah milik orang lain untuk kepentingan bangunan maupun kebutuhan lainnya.

Penyewa wajib membayar uang sewa sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam surat perjanjian. Dokumen ini memiliki peran penting untuk melindungi hak dan kewajiban kedua belah pihak serta mencegah terjadinya konflik atau kerugian di kemudian hari.


Jangan lupa cek artikel lainnya di sakti desain. Jika kamu ada pertanyaan dan ingin mengetahui tentang sakti desain, kamu bisa klik banner di bawah ini. Cek juga channel youtube kami Sakti Desain Konsultan, kami membahas tentang rumah seperti desain terbaru, proses pembuatan, perencanaan dan lain-lain.

Kategori:

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *